Fungsi Pendidikan dalam Kesenian Reog Singo Budoyo
Abstract
Intisari. Pergeseran fungsi pada suatu kesenian tradisional sangatlah sulit dihindari di zaman modern saat ini. Begitu juga yang terjadi dengan kesenian Reyog Singo Budoyo. Berdasarkan analisis fungsional, terlihat bahwa hubungan antarunsur atau bagian dalam seni Reyog Seingo Budoyo sebagai suatu sistem meliputi unsur-unsur yang saling terkait. Unsur-unsur dimaksud meliputi simbol Reyog, pendidikan, masyarakat, sosial, politik, dan estetika. Fungsi kesenian Reyog Singo Budoyo dalam aspek pendidikan diketahui menjadi media pembelajaran maupun pembentukan karakter pribadi masing-masing anggota kelompok keseniannya.
Kata Kunci: reyog singo budoyo, fungi seni, fugsi pendidikan, fungsionalisme
Abstract. The shift in function of a traditional art form is very difficult to avoid in modern times. This is also the case with Reyog Singo Budoyo art. Based on functional analysis, it can be seen that the relationship between elements or parts in Reyog Seingo Budoyo art as a system includes interrelated elements. These elements include Reyog symbols, education, society, social, political, and aesthetics. The function of Reyog Singo Budoyo art in the educational aspect is known to be a medium of learning and personal character building for each member of the art group.
Keywords: reyog singo budoyo, art function, educational function, functionalism
Full Text:
PDFReferences
Amijay. (2010). Dedy Satya, Manajemen Fetival Reyog Nasional Di Kabupaten Ponorogo Dan Problematikanya. Tesis S2, Surakarta.
Hidayanto, (2012). A. F. Topeng Reog Ponorogo dalam Tinjauan Seni Tradisi. Jurnal Eksis, 8(1): 213-238.
Isyanti. (2007). Seni Pertunjukan Reog Ponorogo sebagai Aset Pariwisata. Jantra Jurnal Sejarah dan Budaya, II(4): 261-265.
Maryono. (2007). Reog Kemasan sebagai Aset Pariwisata Unggulan Kabupaten Ponorogo.
Harmonia Jurnal Pengetahuan dan Pemikiran Seni, VIII(2): 158-168.
Harsojo. (1996). Pengantar Antropologi, Djakarta: Binatjipta. J, Van Bal. (1987) Sejarah Dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya I Dan II. Jakarta: P.T. Garamedia.
Koentjaraningrat, (1958). Metode 2 Antropologi Dalam Penyelidikan2 Masyarakat Kebudayaan di Indonesia, Djakarta: Universitas Indonesia.
Lexy J. Meleong. (1998). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya.
Matius B. Miles, dan Michael A. Huberman. (1992). Analisis Data Kualitatif, terj. Tjtjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI Press.
Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Ponorogo, (2004). Pedoman dasar Kesenian Reyog Ponorogo Dalam Pentas Budaya Bangsa. Ponorogo.
Purwowijoyo. (1985). Babad Ponorogo, I s/d VII. Ponorogo: tanpa penerbit, buku koleksi Yayasan Reyog Ponorogo.
Setydyawati, Edy. (1981). Pertumbuhan Seni Pertunjukan, Sinar Harapan.
Soedarsono. (1972). Djawa Dan Bali Dua Pusat Perkembangan Drama Tari Tradisional Di Indonesia, Jogjakarata: Gadjah Mada Univesity Press.
T.O, Ihroni. (1987). Sejarah dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya I dan II, Jakarta: P.T. Gramedia.
Sudirman. (2009). Reyog, Warok, dan Gemblak. Dinamika Guru, 3(3): 34-55.
Sulistyoningrum, Rina Tri. (2015). Menggali Nilai-nilai Keunggulan Lokal Kesenian Reog Ponorogo Guna Mengembangkan Materi Keragaman Suku Bangsa Dan Budaya Pada Mata
Pelajaran IPS Kelas IV Sekolah Dasar, Madiun: Jurnal Pendidikan Dasar dan Pembelajaran.
DOI: http://dx.doi.org/10.20527/jps.v7i2.19409
Article Metrics
Abstract view : 64 timesPDF - 64 times
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Indexed by
View Our Stats